Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, mengamanatkan kepada Ombudsman Republik Indonesia untuk berperan sebagai lembaga pengawas eksternal pelayanan publik baik yang dilakukan oleh pemerintah termasuk BUMN, BUMD dan BHMN serta badan swasta atau perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, yang seluruhnya atau sebagian dananya berasal dari APBN atau APBD.

Berdasarkan wewenang, tugas, fungsi, dan peran Ombudsman Republik Indonesia, maka Ombudsman Republik Indonesia berkomitmen untuk bekerja secara maksimal mendorong pemerintah agar selalu hadir dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya, memperkuat dan membangun transparansi dan akuntabiltas kinerja pemerintah, serta pengawasan terhadap aksesibilitas dan kualitas pelayanan publik yang diberikan sebagai hak yang harus dipenuhi kepada masyarakat.

Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan tersebut, sejak 2013 Ombudsman Republik Indonesia melaksanakan penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015, yang menuntut Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mematuhi UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Selain itu, kegiatan penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan ini bertujuan untuk proses penyempurnaan dan peningkatan kualitas Reformasi Birokrasi Nasional (RBN). Peraturan Presiden tersebut salahsatunya menempatkan kepatuhan terhadap standar pelayanan publik sebagai salah satu target capaian RPJMN.

Pemerintah menargetkan RPJMN 2015-2019 Kepatuhan Kementerian/ Lembaga/ Pemda atas Pelaksanaan UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik khususnya tentang standar pelayanan public terus meningkat tiap tahun. Pada tahun 2015 diperkirakan 70% instansi kementerian sudah menerapkan standar pelayanan publik dan diperkirakan sudah seluruhnya (100%) pada tahun 2018. Demikian juga lembaga vertikal (misalnya, kepolisian) tahun 2018 ditargetkan 80% sudah harus berstandar dan pada 2019 seluruh lembaga 100% telah menerapkannya.

Untuk pemerintahan daerah maka jumlah provinsi ditargetkan yang menerapkan standar tahun 2018 sebanyak 90% dan setahun kemudian akan mencapai 100%. Sementara pada tingkat kota dan kabupaten hanya ditargetkan 50% telah menerapkan standar pada tahun 2018 dan pada tahun 2019 dinaikkan menjadi 60% dari seluruh pemerintahan kabupaten dan kota.

Penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan dipilih karena standar pelayanan publik menjadi ukuran baku yang wajib disediakan oleh penyelenggara pelayanan sebagai bentuk pemenuhan asas-asas transparansi dan akuntabilitas. Bahkan terdengar sanksi yang tercantum dalam Pasal 54 UU Pelayanan Publik, mulai dari sanksi pembebasan dari jabatan, sampai dengan sanksi pembebasan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri bagi pelaksana, dan penyelenggara pelayanan publik yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan standar pelayanan publik yang layak.

Pengabaian terhadap standar pelayanan publik berpotensi memburuknya kualitas pelayanan. Hal ini dapat kita perhatikan melalui indikator-indikator kasat mata misalnya, dengan tidak terdapat maklumat pelayanan yang dipampang, maka potensi ketidakpastian hukum terhadap pelayanan publik akan sangat besar. Untuk standar biaya yang tidak dipampang, maka praktek pungli, calo, dan suap menjadi lumrah di kantor tersebut.

Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik oleh Ombudsman Republik Indonesia menyusun sejumlah instrumen penilaian berdasarkan 10 variabel dan indikator dalam UU 25 Tahun 2009. Diantaranya ada atau tidak persyaratan pelayanan, kepastian waktu dan biaya, prosedur dan alur pelayanan, sarana pengaduan, pelayanan yang ramah dan nyaman, dan lain-lain. Ombudsman Republik Indonesia tidak menilai bagaimana ketentuan terkait standar pelayanan itu disusun dan ditetapkan, sebagaimana telah dilakukan oleh lembaga lain.

Survei Kepatuhan ini berfokus pada atribut standar layanan yang wajib disediakan pada setiap unit pelayanan publik. Atribut standar pelayanan yang disediakan oleh setiap unit layanan beragam bentuknya, seperti standing banner, brosur, booklet, pamflet, media elektronik, dan sebagainya. Penilaian Ombudsman Republik Indonesia hanya berfokus pada atribut-atribut standar pelayanan yang sudah terpasang dan terlihat di ruang pelayanan, hal ini memudahkan masyarakat luas untuk mengakses dan mendapatkan standar pelayanan.

Data penilaian dikonversi menjadi angka sesuai dengan bobot yang telah ditetapkan semula, kemudian direkapitulasi untuk mendapat nilai rata-rata per-institusi. Hasil nilai rata-rata diklasifikasi ke dalam 3 interval yang berbeda dan diberikan kategori tingkat kepatuhan rendah, sedang dan tinggi.

Hasil penilaian yang dilakukan Mei – Juli 2018 lalu diseluruh wilayah Indonesia, kementerian yang mendapatkan predikat zona hijau adalah Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, maka kelembagaan mendapat predikat zona hijau hanya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Kementerian PUPR.

Sementara tingkat lembaga negara yang mendapat predikat zona hijau Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kepatuhan tingkat provinsi dari 16 yang dinilai hanya 10 provinsi mendapatkan predikat zona hijau, sedangkan pada tingkat pemerintahan kabupaten dan kota dari 155 yang dinilai maka sebanyak 63 kabupaten mendapat predikat zona hijau dan 18 kota juga mendapatkan predikat yang sama. Sisanya mendapat predikat kepatuhan zona kuning dan merah.

Survei penilaian dan pemeriksaan yang dilakukan di Kepulauan Riau terhadap 5 instansi yaitu Pemprov Kepri, Pemko Tanjungpinang, Pemkab Bintan, Pemko Batam dan Pemkab Tangjungbalai Karimun. Hasilnya cukup signifikan berubah lebih baik dibanding tahun lalu. Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau mendapat nilai rata-rata 98,07 dan dikategorikan kepatuhan tingkat tinggi dengan predikat zona hijau. Pemerintah Kota Batam dengan nilai 93,82 dan Pemerintah Kota Tanjungpinang dengan 87,39 dikategorikan tingkat kepatuhan tinggi dan diberikan predikat zona hijau. Sedangkan Pemerintah Kabupaten Bintan dengan nilai 65,63 dan Pemerintah Kabupaten Tanjungbalai Karimun dengan nilai 73,77 dikategorikan tingkat kepatuhan sedang dengan predikat zona kuning.

Pemprov Kepri, Pemko Batam dan Pemko Tanjungpinang telah menerima penghargaan Kepatuhan Standar Pelayanan Penyelenggara Pelayanan Publik dari Ombudsman Republik Indonesia, pada 10 Desember 2018. Apabila semua instansi penyelenggara layanan publik telah memberikan peningkatan pelayanan sesuai standar pelayanan dalam UU No. 25 Tahun 2009, maka salah satu bentuk peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui penyelesaian pengaduan yang cepat dari penyedia layanan dalam hal ini instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah.

Segala bentuk kritik maupun aduan yang disampaikan masyarakat pada suatu instansi merupakan sebuah koreksi untuk perbaikan pelayanan itu sendiri kedepannya. Artinya dengan respon cepat pengawas internal penyelenggara pelayanan publik akan lebih terbantu masyarakat apabila ada kendala.

Sebagai lembaga pengawas eksternal yang keberadaannya diharapkan mampu mengontrol tugas penyelenggara negara dan pemerintahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan penegakan hukum. Ombudsman diharapkan dapat mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, apabila masih ada terdapat masalah penyelenggaraan pelayanan publik, masyarakat dapat membuat pengaduan/ laporannya pada Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau di Jl. Raya Batam, Gedung Graha Pena, Lt. 1, R. 103, Batam Centre, Telephone 0778-474-599, atau email: kepri@ombudsman.go.id dan no kontak WhatsApp (WA) 0811-7770-137.